KONSELING MENUMBUHKAN CINTA DALAM PERBEDAAN DENGAN WARNA MODERASI BERAGAMA

 Penulis : Nuraini   

Sumber gambar : google.com

    Dari beberapa kejadian yang berkaitan tentang pengeboman, penyekapan, dan juga penteroran sering sekali dikait-kaitkan dengan agama. Hal ini membuat seolah-olah agama itu adalah biang dari kejahatan tersebut. Padahal dasarnya setiap agama mengajarkan nilai kebaikan, bukan kejahatan.

    Jadi, karena hal itu agama yang dituding dianggap buruk dan ajarannya tidak baik. Sehingga orang yang menganut agama itu disama ratakan sikapnya juga tidak baik karena telah melakukan kejahatan itu. Padahal belum tentu orang yang melakukan kejahatan itu adalah beragama itu, orang lain yang menganut agama  itu juga memiliki kejahatan yang sama. Maka dari itu perlu adanya konseling dalam menumbuhkan rasa cinta dalam perbedaan dengan warna moderasi beragama, untuk tidak mengkambing hitamkan agama dalam setiap masalah yang ada. Karena agama adalah keyakinan seserang terhadap sesuatu yang dikyakininya dan setiap agama mengajarkan kebaikan.

        Nah agar menumbuhkan rasa cinta dalam perbedaan, kita harus saling mengenal tentang ajaran kebaikan agama-agama lain. Agar tidak langsung menuduh suatu agama tertentu  melakukan kejahatan maka kali ini kita akan mengenal ajaran-ajaran kebaikan disetiap agama mayoritas di Indonesia.

    1. Pengertian Moderasi Beragama

    Akhir-akhir ini Kemeterian Agama aktif mempromosikan pengarusutamaan moderasi beragama. Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Sehingga, adanya program pengarusutamaan moderasi beragama ini dinilai penting dan menemukan momentumnya.

    Akhir-akhir ini Kemeterian Agama aktif mempromosikan pengarusutamaan moderasi beragama. Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Sehingga, adanya program pengarusutamaan moderasi beragama ini dinilai penting dan menemukan momentumnya.

    H. Masrawan menekankan pada kehidupan Kerukunan Antar Umat Beragama sesuai dengan tema Rakernas tahun 2019 yaitu “Moderasi Beragama untuk Kebersamaan Umat”. Moderasi beragama itu adalah meyakini secara absolut ajaran agama yang kita yakini dan memberikan ruang terhadap agama yang diyakini oleh orang lain, dan juga bahwa dalam kehidupan masyarakat plural dan multikultural seperti Indonesia moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan dimana setiap warga masyarakat apapun suku, etnis, budaya, agama dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan diantara masyarakat. Untuk itu agar ada rasa cinta dalam perbedaan kita perlu mengenal dan mengetahui bahwa di setiap agama itu ada mengajarkan tentang kebaikan. Supaya kita tidak terbiasa lagi langsung mendeskriminasi keburukan seseorang dengan mengaitkan agamanya.

    2. Ajaran tentang kebaikan dalam agama

        a. islam

Didalam agama islam ada ajaran tentang berbuat baik yang terdapat dalam Qs.Al-Isra :7, yang berbunyi :

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ ٱلْءَاخِرَةِ لِيَسُۥٓـُٔوا۟ وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا۟ ٱلْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا۟ مَا عَلَوْا۟ تَتْبِيرًا

Artinya : "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai," Qs. Al-Isra : 7.

    Seperti yang ada dalam ayat Al-Qur'an surah Al-Isra ayat 7 ini, janganlah kalian berbuat jahat karena jika kalian berbuat jahat maka kejahatan itu buat diri kalian sendiri. Banyaklah berbuat baik kepada sesama dan saling menghargai sesama manusia.Semua yang telah kita lakukan akan kembali lagi kepada diri kita sendiri. Orang baik akan didekatkan pula dengan orang-orang yang baik pula, maka dari itu janganlah takut untuk menyebar kebaikan.Jika kalian membantu dan berbuat baik kepada sesama manusia, maka Allah SWT akan membantu dan berbuat baik pula kepada kalian.

        b. Kristen

       Dalam ajaran agama kristen juga ada mengajarkan agar berbuat baik yang terdapat dalam  Amsal 11:17. Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri Amsal 3 :27 :” janganlah menahan kebaikan dari pada orang -orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. alkitab mengatakan: jangan menahan kebaikan. kita tidak boleh enggan, menunda, merasa malas, mengambil jalan lain ketika ada kesempatan untuk melakukan perbuatan baik di jalan kita. jika kebaikan itu memang harus kita lakukan dan orang itu berhak menerimanya, maka janganlah menundanya.

        c. Hindu

    Agama hindu mengajarkan kepada unatnya, agar dadalam kehidupannya bersikap dan berperilaku yang baik, yakni berfikir, berkata dan berbuat untuk bertindak berpedoman pada ajaran agama.

    Di dalam Yajurveda XXIX.51, dinyatakan bahwa : “setiap orang hendaknya membantu orang lain yang sedang mendapatkan berbagai halangan atau gangguan”. Demikian pula dadalam Yajurveda XXI.61, dinyatakan :”Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia utuk berbicara lemah lembut : orang-orang yang ramah dan lemah lembut dalam ucapannya memperoleh rahmat-Nya :setiap orang hendaknya mengikuti orang-orang yang berbudi pekerti luhur”. Sebaliknya, orang yang  jahat dan penuh dosa, maka hidupnya tidak akan sejahtera.

        d. Buddha

    Menurut ajaran Sang Buddha “bila kita mencoba untuk hidup sebagai manusia sejati tanpa mengganggu orang lain, semua dapat hidup dengan damai tanpa rasa takut”. Ummat bddha tidak mengaggap manusia sebagai penuh dosa dari asalnya. Setiap manusia adalah orang yang sangatt berharga dalam dirinya terdapat kebaikan dan juga kebiasaan buruk. Kebaikan dalam diri seseorang selalu menanti kesempatan yang sesuai untuk berbunga dan matang.

     3. Teori Penyebab Terjadi Kejahatan

    Dalam kriminologi, dikenal dengan kejahatan yang dimana kejahatan tersebut yaitu : Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula. Kalaupun misalnya semua anggota dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat.

    Kejahatan sebagai perilaku dan perbuatan yang dapat dikenai sanksi yang ditetapkan secara resmi oleh masyarakat. Di Amerika Serikat, apa yang merupakan kejahatan disebutkan secara tegas dalam hukum tertulis, khususnya undang-undang Negara bagian. Apa yang dimasukkan ke dalam definisi kejahatan berbeda-beda menurut yuridiksi federal, Negara bagian, dan daerah.

    Dalam kriminologi, dikenal sejumlah teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan atau penyebab terjadinya suatu kejahatan. Teori-teori tersebut adalah teori SubCulture, Teori Kontrol, Teori Psikologis. Teori-teori ini pada hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pejahat dan kejahatan. Dalam menjelaskan hal-hal tersebut masing-masing teori menyoroti dan berbagai perspektif yang berbeda-beda. Perbedaan bukan hanya terletak pada subyek penelitian, akan tetapi juga pada fokus (sasaran). Penelelitian

    Setiap teori, bagaimanapun bentuknya, selalu mempunyai kelemahan atau kekurangan. Munculnya suatu teori selalu „dipengaruhi‟ teori lain, dan teori yang muncul kemudian selalu bertujuan untuk melengkapi kekurangan dari teori yang terdahulu. Tidak ada suatu teori pun yang muncul dari suatu „kekosongan‟. Akhirnya, perlu ditegaskan bahwa tidak ada suatu teori pun yang sempurna, lengkap, jelas, dan mampu menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan kejahatan dan penjahat. Berikut penjelasan dari teori-teori yang dimaksud.

        a. Teori Sub-Culture

      Pada dasarnya, teori sub-culture membahas dan mejelaskan bentuk kejahatan dari seluruh aspek masyarakat baik orang yang dewasa, remaja, dan anak- anak serta perkembangan berbagai tipe gang. Teori sub-culture ini banyak dipengaruhi oleh Mashab Chichago. Selain itu juga dipengaruhi oleh teori Anomi dari Merton dan pemikiran-pemikiran Solomon Kobrin. Aliran Chichago mempelajari angka-angka kenakalan/kejahatan dan mencari hubungan antara masyarakat dengan kenakalan. Dalam hal ini Edwin H.Sutherland merupakan figur yang mempegaruhi aliran Chichago. Sedangkan Salomon Kobrin menguji hubungan antara gang jalanan dengan laki-laki yang berasal dari masyarakat kelas bawah (lower class).

        b. Teori Kontrol

    Pada dasarnya teori kontrol berusaha mencari jawaban mengapa orang melakukan kejahatan. Berbeda dengan teori lain, teori kontrol tidak lagi mempertanyakan mengapa orang melakukan kejahatan tetapi berorientasi kepada pertanyaan mengapa tidak semua orang melanggar hukum. Albert J. Reiss, Jr membedakan dua macam kontrol, yaitu personal control dan social control.

    Personal kontrol adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melangar normanorma yang berlaku dimasyarakat. Sedangkan sosial control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga dimasyarakat melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan menjad efektif. Teori kontrol atau sering juga disebut dengan teori kontrol sosial berangkat dari suatu asumsi atau anggapan bahwa indvidu di masyarakat mempunyai kecendurangan yang sama kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi baik kalau masyarakatnya membuatnya demikian, begitupun ia akan menjadi jahat apabila masyarakat membuatnya begitu.

Menurut Travis Hirschi, terdapat elemen ikatan sosial (sosial bond) dalam setiap masyarakat, yaitu :

        1. Attachment Attachment

    Adalah kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain. Jika attachment ini sudah terbentuk, maka orang tersebut akan peka terhadap pikiran, perasaan dan kehendak orang lain. Kaitan attachment dengan penyimpangan adalah sejauh mana orang tersebut peka terhadap pikiran, prasaan, dan kehendak orang lain sehingga ia dapat dengan bebas melakukan penyimpangan.

        2. Commitment Commitment

    Adalah keterkaitan seseorang pada subsistem konvensional seperti sekolah, pekerjaan, organisasi dan sebagainya. Commitment merupakan aspek rasional yang ada dalam ikatan sosial. Segala kegiatan yang dilakukan seseorang seperti sekolah, pekerjaan, kegiatan dalam organisasi akan mendatangkan manfaatbagi orang tersebut. Manfaat tersebut dapat berupa harta benda, kkreputasi, masa depan, dan sebagainya.

        3. Involvement Involvement

    Merupakan aktifitas seseorang dalam subsistem. Jika seseorang berperan aktif dalam organisasi maka akan kecil kecendurangannya untuk melakukan penyimpangan. Logika pengertian ini adalah bila seseorang aktif di segala kegiatan maka ia akan menghabiskan waktu dan tenaganya dalam kegiatan tersebut. Sehingga ia tidak sempat lagi memikirkan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dengan demikian, segala aktifitas yang dapat memberi manfaat akan mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

        4. Belief Belief

    Merupakan aspek moral yang terdapat dalam ikatan sosial dan tentunya berbeda dengan ketiga aspek diatas. Belief merupakan kepercayaan seseorang pakkda nilai-nilai moral yang ada. Kepercayaan seseorang terhadap norma-norma yang ada menimbulkan kepatuhan terhadap norma tersebut. Kepatuhan terhadap norma tersebut tentunya akan mengurangi hasrat untuk melanggar. Tetapi, bila seseorang tidak mematuhi norma-norma maka lebih besar kemungkinan melakukan pelanggaran.

        c.  Teori Psikologis (Psichology criminal)

    Raffaele Garofalo (1852-1934) menelusuri akar tingkah laku kejahatan bukan kepada bentuk-bentuk fisik, tetapi kepada kesamaan-kesamaan psikologis yang dia sebut sebagai moral anomalies (keganjil-ganjilan moral). Menurut teori ini, kejahatan-kejahatan alamiah (natural crimes) ditemukan di dalam seluruh masyarakat manusia, tidak peduli pandangan pembuat hukum, dan tidak ada masyarakat yang beradab dapat mengabaikannya. Kejahatan demikian menurut Garofalo, mengganggu sentimen-sentimen moral dasar dari probity/kejujuran (mengahargai hak milik orang lain) dan pity/kasihan.

    Seorang individu yang memiliki kelemahan organik dalam sentimen-sentimen moral ini tidak memiliki halangan-halangan moral untuk melakukan kejahatan. Seorang penjahat sesungguhnya, dengan kata lain memiliki anomaly fisik atau moral yang dapat ditransmisikan melalui keturunan. Dengan kesimpulan ini Garafalo mengidentifikasikan empat kelas penjahat, masing-masing berbeda dengan yang lain karena kekurangan dalam sentimen-sentimen dasar tentang probity dan pity. Para pelaku kejahatan secara total kurang baik pity dan probity. Dan akan melakukan tindakan kejahatan jika diberi kesempatan.7

    Setiap agama mengajarakan dalam kebaikan kepada setiap pengikutnya. Bahkan memberikan nilai lebih bagi yang melakukan kebaikan itu dan memberikan konsekuensi bagi yang melakukan kejahatan. Dari beberapa penyebab kejahatan yang dipaparkan diatas, tidak ada membahas mengenai penyebab kejahatan itu berasal dari agama. Jadi mencintai perbedaan dalam hal yang positif  akan menghasilkan sesuatu baik. Namun, membenci perbedaan dalam hal yang negatif akan menghasilkan kerusakan. 

Sumber :

Frank E. Hagan, Pengantar Kriminologi Teori, Metode, dan Perilaku Kriminal, Kencana, Jakarta, 2013.

Indah Sri Utami, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi, Thafa Media, Yogyakarta, 2012.

Made Darma, 1996, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.

Mulyana W. Kusumah, 1984, Kriminologi dan Masalah Kejahatan (Suatu Pengantar Ringkas), Armco, Bandung, 1984.

Wahyu Muljano, Pengantar Teori Kriminologi, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2012.

        *Penulis merupakan mahasiswi jurusan Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN SU, dan anggota kelompok KKN DR-01 UIN SU 2020.

Postingan Populer